(0362) 22713
dprd@bulelengkab.go.id
Sekretariat DPRD Buleleng

Kontroversi terkait terbitnya UU MD3

Admin dprd | 29 Agustus 2018 | 1976 kali

DPR mengesahkan revisi UU tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD dan pengamat menganggapnya sebagai upaya kriminalisasi terhadap praktik demokrasi, khususnya rakyat yang kritis terhadap DPR.

"Ini merupakan kriminalisasi oleh DPR terhadap suara rakyat yang kritis kepada mereka," kecam Bivitri Susanti pakar dari Pusat Studi hukum dan kebijakan (PSHK). "Ini kriminalisasi terhadap hak demokrasi."

Pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) itu dilakukan pada Senin (12/2) sore.

Revisinya yang dipermasalahkan adalah memberikan otoritas ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang dianggap merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Potret kinerja DPR 2017: Kasus korupsi, kepemimpinan dan gagal penuhi target

'Politisasi' isu LGBT di balik pembahasan RUU KUHP

DPR sahkan Perppu Ormas melalui pemungutan suara

Revisi Pasal 122 terkait tugas MKD itu menuai kontroversi karena DPR dianggap menjadi antikritik dan kebal hukum. Pengamat menganggapnya sebagai upaya kriminalisasi terhadap praktik demokrasi, khususnya rakyat yang kritis terhadap DPR.

Namun Ketua Badan Legislasi DPR, Supratman Andi Agtas, berkilah bahwa pasal itu bukan untuk membatasi masyarakat mengkritik kinerja DPR, namun untuk menjaga martabat DPR sebagai lembaga negara.

Lembaga legislasi, bukan penegak hukum

"DPR harus dikritik. Yang kita tidak mau kan soal jangan sampai ada yang membandingkan DPR itu dengan ucapan-ucapan yang tidak etis, tidak sepantasnya, yang merendahkan martabat," kata Supratman.

Sidang pengesahan revisi UU MD3 itu diwarnai oleh walkout-nya Partai Nasdem, yang meminta agar pengesahan ditunda. Partai PPP juga mengajukan punundaan.

Sekretaris Jenderal Nasdem, Jhonny G Plate, menjelaskan alasan partainya menolak pengesahan revisi UU MD3 itu karena dapat memberikan persepsi buruk ke publik.

"Mahkamah Kehormatan Dewan bertugas mengambil langkah hukum dan/langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR"

Pasal 122 (k)

"Kalau tidak dirumuskan dengan baik dia berpotensi digunakan secara salah. Baik oleh anggota DPR-nya maupun oleh persepsi publik," kata Jhonny.