Diterima langsung oleh Wakil Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Buleleng H. Mulyadi Putra didampingi beberapa Anggota Dewan lainnya menerima Audensi di Ruang Rapat Gabungan Komisi. Warga meminta dukukan DPRD dan menuntut mendapat rekomendasi dari DPRD tentang keinginan warga untuk memiliki SHM untuk lahan yang mereka kelola turun temurun sampai saat ini.
Sebagai juru bicara rombongan, Indrawati menyampaikan segala hal yang ingin disampaikan kepada anggota dewan. Mengenai Tanah yang diurus oleh warga tersebut, seluruh petani dari 3 kelompok merasa kecewa dengan sikap pemerintah selama ini. Dijelaskan Indrawati, tanah yang notabene adalah hasil rambasan para tetua di daerah tersebut sepertinya tidak kunjung mendapat status yang jelas. Menurut data yang dibawa rombongan, diperlihatkan Surat Ijin Hak Guna Pakai Sementara yang diterbitkan oleh Kepala Agraria Daerah Bali Utara tertanggal 1 Agustus 1963, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT), Salinan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK.171/HM/DA/82 dan Surat Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPORADIK).
Ahmad selaku salah satu wakil warga yang dimana dirinya mewarisi tanah garapan orangtuanya menambahkan, dirinya dan warga lain pernah digusur. Namun beberapa tahun kemudian, diberikan kembali ijin untuk mengelola tanah tersebut. Selanjutnya, Ahmad menyampaikan sikap dari rombongan audensi yang sebagai wakil dari para pengguna tanah di Batu Ampar kepada Komisi I DPRD Kabupaten Buleleng, antara lain:
1. Tanah Negara di Batu Ampar yang digarap secara turun temurun sampai sekarang, adalah merupakan hasil rambasan/ pembukaan hutan yang dilakukan oleh orang tua mereka pada tahun 1958
2. Sebagai Penggarap, mereka telah memiliki Surat Ijin Hak Guna Pakai Sementara yang diterbitkan oleh Kepala Agraria Daerah Bali Utara tertanggal 1 Agustus 1963, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT), Salinan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK.171/HM/DA/82 dan Surat Penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPORADIK).
3. Tanah yang mereka garap secara turuntemurun, tidak pernah diperjual belikan ataupun di kontrakkan maupun menerima ganti rugi dari pihak manapun atau memindah tangankan kepada siapapun
4. Dengan status dan lokasi tanah yang sama dengan tanah yang mereka garap, telah terbit Sertifikat Hak Milik atas nama Nyoman Parwata sejumlah 2 (dua) bidang tanah dan atas nama ADNA sejumlah 1 (satu) bidang tanah. Mereka memohon kepada pemerintah agar dapat memberikan hak yang sama dengan masyarakat yang telah mendapatkan Sertifikat Hak Milik di lokasi yang sama
Berdasarkan pernyataan tersebut, warga sekaligus petani di Batu Ampar tersebut menyatakan Menolak jika ada investor yang diberikan rekomendasi baik dari Pemerintak Kabupaten Buleleng maupun Provinsi Bali. Dan, tidak lupa, mereka meminta Pemerintah Kabupaten Buleleng agar segera menyelesaikan permasalahan Tanah Negara di Batuampar yang telah mereka garap dengan memberikan perlindungan/ kepastian hukum dalam bentuk Sertifikat Hal Milik (SHM). Pihaknya juga akan mengajukan langsung ke DPR-Ri, Kementerian Agraria dan Kementerian Dalam Negeri jika hal ini tidak ditanggapi oleh pemerintah Kabupaten Buleleng maupun Provinsi Bali.
H. Mulyadi menegaskan pihaknya akan berbicara kembali dalam forum rapat Komisi I DPRD Kabupaten Buleleng, dan akan melaksanakan kunjungan langsung ke lokasi nanti setelah pihaknya mengkaji ulang data-data dari pihak Batu Ampar. “Kami akan langsung terjun ke lapangan bersama ketua Komisi I dan anggota untuk menyikapi tuntutan warga Batu Ampar” jelas H. Mulyadi Putra. (aa)
Download disini